Perlengketan Usus, Pemuda Asal Banjarmasin
ONENEWSKALSEL.COM, BANJARMASIN – Di usianya yang baru 23 tahun, Said Abdullah Alhabsyi seharusnya bisa menikmati masa muda dengan penuh semangat dan cita-cita.
Namun takdir berkata lain. Hampir dua tahun terakhir, pemuda asal Banjarmasin ini harus berjuang melawan penyakit perlengketan usus (adhesi usus) yang membuat tubuhnya semakin lemah.
Awalnya, Said Abdullah hanya menjalani operasi usus buntu karena tidak bisa buang air besar. Namun setelah operasi, kondisinya justru memburuk. Perutnya membengkak dan terasa sangat sakit hingga dokter harus kembali melakukan operasi kedua.
Sejak saat itu, luka bekas operasinya tak kunjung sembuh. Setiap makanan yang ditelan tidak dapat diproses tubuh, melainkan keluar kembali melalui usus yang terbuka.

“Sakitnya kadang luar biasa,kadang sampai tidak bisa tidur berhari-hari,
saya cuma ingin bisa makan seperti orang lain, bisa sembuh, dan hidup normal lagi.”ujar Said dengan suara lirih saat ditemui pada Sabtu(11/10/2025) petang.
Kondisi itu membuat berat badannya terus turun,kini tak lebih dari 38 kilogram. Hampir setiap hari, pria yang akrab disapa Iyi ini menahan nyeri di bagian perutnya dan bergantung pada perawatan sederhana di rumah.
Ia tinggal bersama ayahnya,Habib Hud Alhabsyi, di kawasan Jalan Barito Hulu RT 29 RW 02, Kelurahan Pelambuan, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kalimantan Selatan.

Sang ayah, yang bekerja sebagai penjaga feri penyeberangan, hanya bisa pasrah melihat penderitaan anaknya.
“Awalnya cuma operasi usus buntu, tapi malah jadi begini. Saya nggak nyangka sama sekali,” tutur Hud dengan mata berkaca-kaca.
“Harapan saya cuma satu, anak saya bisa sehat lagi. Bisa makan, bisa tersenyum, kayak dulu.” ucap Hud.

Di sisi lain, sang istri Lidyawati tetap setia mendampingi dan merawat suaminya setiap hari.
Meski biaya pengobatan di rumah sakit ditanggung BPJS Kesehatan, namun untuk perawatan di rumah, keluarga harus mengeluarkan biaya sendiri — mulai dari jasa perawat, obat minum, salep, bedak khusus, hingga plastik steril untuk alas perawatan luka.
“Kalau di rumah semua biaya sendiri,
kadang bingung juga, tapi tetap berusaha semampunya buat suami. Yang penting dia nyaman dan bisa istirahat.” ungkap Lidya.
Rumah yang mereka tinggali sangat sederhana dan sempit. Di sanalah Iyi berjuang melawan rasa sakit yang tak kunjung reda.
Namun di balik tubuh ringkihnya, semangat untuk sembuh masih terus menyala.
Kini, Iyi hanya berharap ada uluran tangan dari para dermawan agar bisa melanjutkan pengobatan dan menjalani hidup normal kembali.
Kisahnya menjadi pengingat bahwa di balik keterbatasan, selalu ada harapan dan kekuatan dari cinta serta doa orang-orang terdekat.
Penulis : Ahmad Fauzie (Onenewskalsel/***)






